FADHILAH BULAN RAMADHAN

“Barang siapa yang memberi makan kepada orang yang berpuasa, maka (tanpa dikurangi sedikitpun) ia akan mendapat pahala seperti pahala yang berpuasa.” (HR, Sunan Tirmizi)

Rukun Islam keempat adalah puasa di bulan ramadan. Puasa di bulan ramadan difardukan pada tahun kedua hijriyah. Rasulullah Saw telah berpuasa ramadhan sebanyak sembilan kali. Lima diantaranya selama dua puluh sembilan hari sedangkan yang lainnya selama tiga puluh hari.

Bulan Ramadhan adalah bulan yang paling mulia. Di dalamnya terdapat malam lailatul qadar. Sebab dinamakan Ramadan adalah dibakarnya dosa-dosa orang mukmin serta untuk membersihkannya.

Rasulullah Saw bersabda:

“Barang siapa berpuasa di bulan ramadan dengan meyakini kefarduannya dan hanya berharap pahala dari Allah Swt, maka dosa-dosa yang terdahulu akan dihapuskan.”

“Telah datang kepada kalian bulan Ramadan. Di bulan ini Allah mengelilingi kalian dengan rahmat-Nya; menghapus kesalahan, doa yang dipanjatkan di bulan ini dikabulkan. Allah Swt melihat kalian berlomba pada kebaikan dan membanggakan kalian kepada para malaikatnya di bulan ini. Dahulukanlah amal kebaikan kalian kepada Allah Swt. Sesungguhnya orang yang merugi adalah orang yang kehilangan rahmat Allah Swt di bulan ini.

“Begitu masuk bulan Ramadan, maka pintu-pintu langit terbuka, pintu-pintu neraka tertutup, dan syaitan diborgol tak berdaya.”

Puasa Ramadan hukumnya fardu bagi yang tidak punya udzur (halangan). Orang yang sudah tua renta yang sudah mendekati ajal dan tidak mampu berpuasa, maka setiap harinya diganti dengan membayar fidyah seperti zakat fitrah.

Musafir diperbolehkan tidak berpuasa. Dan menggantinya dihari lain selepas perjalanannya usai. Akan tetapi, apabila tidak ada kesulitan maka berpuasa adalah amal yang lebih berfadilah.

Apabila dengan sebab puasa menyebabkan penyakit yang berkelanjutan atau mengancam nyawa, maka itu adalah sebuah madarat untuk tidak berpuasa. Ketika sembuh, maka puasa yang tidak dikerjakan wajib diqadha (diganti). Perempuan yang haid dan nifas, hamil atau menyusui jika bisa mengganggu kesehatannya bayinya, maka tidak diperkenankan untuk berpuasa, setelah itu menggantinya dikemudian hari. Kelaparan serta dahaga yang bisa menyebabkan kematian, juga merupakan sebuah madharat untuk tidak berpuasa.

Makan, Minum dan sebagainya membatalkan puasa. Dan perbuatan haram seperti berbohong, ghibah yang mengadu domba, bersumpah pada kebohongan atau melihat ke elokan perempuan yang bukan muhrim dengan syahwat, bisa menghilangkan pahala puasa. (İsmail Hakkı Bursawî, Syarah 40 Hadis)

About Abdul Jalil

Diamku الله Gerakku مُحَمَّد. Wong Lamongan, S1 di Psikologi UGM. I'm free man & traveler all id: abilngaji
This entry was posted in Ngaji. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published.