Wejangan Abdul Jalil bagi calon Mahasiswa dari MA Matholiul Anwar

Anwarul Sholihin
Peneliti di moeda institut dan Mahasiswa Prodi Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarata

Mahasiswa merupakan lapisan masyarakat yang selalu menyuarakan identitasnya dengan lantang sebagai   agent of change (agen perubahan) dan agent of control (agen kontrol). Sebuah cita-cita mulia menjadi manusia yang bisa mentransformasikan keadaan pemerintahan atau masyarakat menjadi lebih terarah menuju ruang kemaslahatan.

Di era revolusi, begitu banyak warna-warni jas almamter yang muncul dari pintu-pintu kampus bersatu menurunkan rezim Otoriter yang menindas dan memiskinkan masyarakat.  Banyak aktivis-aktivis mahasiswa yang hilang tanpa jejak. Yang mengenaskan, nyawa menjadi taruhan demi keberhasilan melengserkan pemerintahan berwajah menyeramkan. Dengan harapan besar wajah pengambil kebijakan berubah lebih  elok dan enak dipandang mata hati masyarakat Indonesia. 

Setiap tahun banyak mahasiswa yang masuk gerbang kampus, mereka belajar dengan sungguh-sungguh. Menghabiskan buku-buku tebal, mengerjakan tugas yang diberikan dosen dan kemudian mendapatkan nilai sebagai tolak ukur utama  keberhasilan proses belajar mengajar.

Dibalik gedung kampus, terdapat pula mahasiswa penganut budaya hedonis dengan prioritas utama gaya berpakaian, plesir tiap minggu ke tempat wisata, makan di tempat mewah dan beli gadget terbaru dan tercanggih untuk bergaya dihadapan teman-temannya. Bagi kaum penganut hedonisme kampus, beli buku dan alat penunjang pembelajaran untuk mengasah piasu intelektual tak penting.

Dan Mas Abdul Jalil tidak menginginkan adek-adek yang masuk dunia kampus mengikuti kaum-kaum hedonis yang lebih senang hura-hura. Dalam dunia pikiran Abdul Jalil yang kritis tapi humoris ada bangunan gagasan-gagsan penting tentang desa dan tatanan memajukan masyarakat. Hal itu ia peroleh dari suntikkan ajaran KH. Mahsuli Effendi, “Santri iku lakon, ojo dadi penonton.” Dan diera kebijakan yang diolah kabinet Jokowi, desa merupakan fokus utama pembangunan. Santri lulusan matholiul anwar diharapakan bisa kuliah dan setelah lulus ikut serta membangun desa dan mengawal jalannya kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, bisa menjadi sosok lakon hidup pembangunan desa.

Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa merupakan angin segar dalam upaya membangun manusia desa. Desa menjadi self local government, dengan begitu pemrintahan desa dapat mengelola sumber daya ekonomi, dan mengatur sendiri kepentingan dan  pelayanannya terhadap masyarakat.

Untuk mempercepat pembangunan dan tercapainya kesejahteraan, dalam UU desa, di tegaskan bahwa sumber pendapatan desa meliputi:  pendapatan asli daerah (PAD), alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), bantuan keungan yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) provinsi dan APBD kabupaten atau kota, alokasi dari dana perimbangan kabupaten atau kota, dan hasil hibah serta pendapatan desa yang sah.

Sumber pendapatan yang begitu melimpah dan pastinya  menjadi jembatan pendorong pembangunan desa. Dan jangan sampai dana desa yang begitu banyak ini, menjadi bencana korupsi berjamaah elemen pemerintahan desa. Hak-hak warga desa untuk diberdayakan harus diwujudkan. Terpenuhinya kebutuhan dasar, pembangunan potensi ekonomi  dan pembangunan sarana desa mesti diimplementasikan.

Oleh karena itu, sesuai dengan video https://youtu.be/WluOUmeJl1k wejangan yang keluar dari Abdul Jalil, mahasiswa psikologi universitas Gadjah Mada yang nyentrik dan ahli kritik sekaligus jebolan terbaik sekolah tercinta Ma Matholiul Anwar. Maka elemen siswa Ma Matholiul Anwar harus masuk dunia kampus agar bisa meningkatan jaringan organisasi, dan berpikir logis, rasionalis serta sistematis. 

Sehingga setelah lulus dari kampus bisa turun ke tengah masyarakat bergandengan tangan untuk mengawasi dan mendampingi pembangunan masyarakat desa. Ilmu-ilmu yang didapat dari kampus akhirnya tidak hanya bangunan teori belaka, namun ada manfaatnya juga bagi proses pembangunan masyarakat. Dan implementasi ilmu itu juga merupakan bukti bahwa kampus bisa menelurkan manusia yang bermanfaat bagi manusia dan alam.

Dan semoga suara lantang mahasiswa serta semangat membebaskan masyarakat dari cengkraman masalah ekonomi  dan sosial tidak lenyap diterpa badai waktu. Zaman sudah berubah, lapangan yang mesti diperjuangkan oleh pikiran dan sentuhan tangan kaum intelektual yang ditelurkan  kampus juga berubah. 

Ayo kami tunggu di Yogyakarta, salam harap dari Alumni MAWAR disini 🙂

About Abdul Jalil

Diamku الله Gerakku مُحَمَّد. Wong Lamongan, S1 di Psikologi UGM. I'm free man & traveler all id: abilngaji
This entry was posted in Opini. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published.