PERANG YARMUK : KEMENANGAN ISLAM ATAS BIZANTIYUM

“Barang siapa yang mencari agama yang lainnya, maka tak akan dikabulkan agama tersebut, dan di akhirat dia akan termasuk orang-orang yang merugi.”
(QS. Al-Imran ayat 85)

Pada tahun ke 13 setelah Hijrahnya Rasulullah Saw (634 M); setelah kekhalifahan Sayyidina Abu Bakar Ashiddiq, Kerajaan Islam telah mencapai ke perbatasan Bizantiyum. Raja Roma Timur (Bizantiyum) merasa takut akan keadaan ini dan mulai bergerak dari Konstantinopel (Sekarang Istanbul) ke perbatasan Suriah, kemudian mengumpulkan dan membentuk pasukan yang besar. Sang Imprator datang ke Yarmuk dengan diperkuat kurang lebih 240.000 tentara. Dan di hadapan mereka hanya ada sekitar 46.000 tentara Islam yang di dalamnya terdapat sekitar 1.000 orang Sahabat Ahli Badar (Sahabat-sahabat yang pernah ikut andil dalam perang Badar bersama Rasulullah Saw.)

Pada awalnya pasukan bizantiyumlah yang memegang kendali perang atas pasukan Islam dengan serangan-serangan dahsyat yang dilancarkan, dan keadaan ini memaksa para tentara Islam untuk mundur dari tempat awal mereka berdiri. Melihat hal ini salah satu Sahabat yang berada di garis pertahanan Ikrima bin Abu Jahil (Ra) berseru, “Aku telah banyak berperang di samping Rasulullah Saw. Dan sekarang apalah artinya Mundur dan kabur dari perang? Adakah diantara kalian yang bersumpah (berperang sampai) mati bersamaku?” mendengar hal itu pamannya Hisyam, Dharar bin Azwar bersama dengan 400 orang tentara pelindung yang terluka di depan tenda Halid bin valid dengan memotivasi diri mereka untuk mengerahkan seluruh tenaga terakhir, bangkit dan mulai berperang kembali. Kemudian sebagian dari panji-panji yang terluka ini mulai membaik dan sebagian yang lain pun Menghadap Allah Swt dengan menyandang gelar Syahid.

Sang Panglima perang Halid bin Walid Ra pun Berperang dengan sangat gigih dan dalam tempo yang panjang, para tentara Islam pun shalat dzuhur dan ashar dengan cara Ima. Dalam keadaan itu, para perempuan tangguh Islam pun ambil andil dalam peperangan. Akhirnya pada saat tentara-tentara bizantiyum mulai hilang kendali, bergerak tanpa arah, dan mulai rapuh serta rusak barisan pertahanannya kemudian semua keadaan tersebut terbaca oleh sang panglima Khalid bin Walid, dengan serangan serentak nan dahsyat, tentara Islam mulai masuk dan merangsek di antara pasukan pemegang bendera dan pasukan bersenjata tanpa kuda Bizantiyum.

Seluruh pasukan pemegang bendera, dan pasukan tanpa kuda lari tunggang-langgang, dan pasukan yang tunggang-langgang tersebutpun hancur di bawah kaki kuda-kuda pasukan berkuda Islam. Yang mengakibatkan seluruh barisan, dan pasukan Bizantium luluh-lantah dan hancur. Tentara Islam mampu merangsek masuk sampai barisan pertahanan paling belakang tentara-tentara bizantiyum, mencoba kabur dan lolos dari kejaran kuda-kuda arab adalah hal mustahil. Hasilnya, pasukan bizantiyum yang tewas akibat mencoba kabur dan meloloskan diri dari kejaran pasukan berkuda Islam jumlahnya berkali-kali lipat lebih banyak di banding mereka yang lebih memilih jatuh dan diam di medan pertempuran.

Sebagian pasukan-pasukan bizantiyum yang lari secara berkelompokpun berakhir dengan memilih menjatuhkan diri ke dalam jurang Yarmuk dan Vakusa. Sebagian yang lain ketika mencoba kabur, mereka memilih menghadapi para pasukan perempuan-perempuan jihad muslim dan menyahidkan beberapa dari mereka. Kebanyakan Orang-orang yang gugur dari pihak Bizantiyum adalah mereka yang datang sebagai tentara penghadang pasukan Islam. Salah satu dari orang yang tewas dari pihak Bizantiyum adalah Saudara dari Sang Imparator (Raja Bizantiyum).

Sedangkan jumlahnya telah melebihi angka 100.000 korban perang. Dari pihak Muslim sendiri angka syahid yang terekam sampai dengan angka 3.000 syahid (Rahimallahu alahim). Dan diantara 3.000 syahid tersebut terdapat nama-nama sahabat-sahabat masyhur seperti Hz. Ikrimah, anaknya Amr, Hisyam bin ‘As, Amr bin Said, Eban bin Said, Said bin Harisi’s-shahmi dan Nadir bin Al-Haris. Abu sufyan (Ra.) juga kehilangan sebelah matanya karena terkena terjangan anak panak pasukan Bizantiyum. Inilah kemenangan besar atas Islam, yang di masa-masa selanjutnya telah menjadi gerbang dan pembuka jalan atas penaklukan-penaklukan di berbagai penjuru Syam.

Posted in Opini | 7 Comments

SALAH SATU SAHABAT NABI SAW : HABBAB BIN ARAT RA

“Hindari berbuat dosa di bulan Ramadhan! Karena tidak seperti halnya pada bulan lain, pada bulan ini pahala akan dibalas dengan berlipat ganda. Dan dosa pun juga dibalas berlipat ganda.” (HR. Thabrani)

Habbab bin Arat Ra, pada masa jahiliyah merupakan tawanan perang. Dan di Mekkah Al-Mukarramah dijual sebagai budak kepada Ummu Enmar dari kabilah Huza’a.

Dia adalah orang keenam pertama yang dimuliakan oleh Islam (masuk Islam). Orang pertama memberitahukan secara terang-terangan keislamannya, oleh sebab itu beliau sering mendapat siksaan. Seperti halnya Bilal bin Rabbah, dan Ammar (R.anhum) juga muslim lainnya yang mendapat siksaan dikarenakan keimanannya, Habbablah orang yang pertama.

Seperti inilah ketika beliau menjelaskan siksaan-siksaan yang menimpanya, “Suatu hari ada api yang dinyalakan khusus untukku. Salah satu bara api diletakkan di punggungku. Keringat yang ada di pundakku pun memadamkan bara tersebut.”

Habbab Ra adalah seorang pandai besi. Ummu Anmar yang membelinya untuk dijadikan budak, dia sering menyiksanya dengan meletakkan besi panas yang membara ke atas kepalanya. Suatu hari Habbab Ra mengeluhkan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. Dalam doanya Rasulullah Saw bermunajat, “Ya Allah bantulah Habbab!” Kemudian pemilik Habbab, Ummu Anmar terserang sakit kepala yang luar biasa, mengaung seperti anjing yang kebingungan. Dirinya lalu disarankan untuk melakukan pengobatan dengan cara hajamat (menempelkan besi panas ke bagian rasa yang sakit). Maka diperintahlah Habbab untuk melakukan saran tersebut. Kemudian Habbabpun membakar besi panas dan menempelkan ke kepala tuannya (Ummu Anmar).

Habbab Ra selalu ikut perang semenjak perang Badar. Ketika hijrah ke Madinah, Rasulullah Saw menjadikan dia bersaudara dengan Jabir bin Atik Ra.

Ketika masa Khulafaur Rasyidin, dia selalu ikut serta dan menjadi pahlawan besar dalam beberapa penaklukkan.

Pada akhir-akhir tahunnya, dia tinggal di Kuffah. Dikarenakan sakit keras yang menimpanya, pada tahun ke 37 hijriah, dia meninggal dunia pada umur 63 tahun. Dan orang yang menshalatkannya adalah Ali bin Abi Thalib Ra.

Saat penyakit keras menyiksa dirinya, dia mengeluhkan tentang penyakitnya, “Kalau seandainya Rasulullah Saw tidak melarang kita untuk berdoa meminta kematian, maka aku akan berdoa supaya Allah cepat mencabut nyawaku.”

Setelah wafat, ketika Ali bin Abi Thalib melewati makamnya, beliau berkata “Semoga Allah Swt merahmatinya. Beliau telah menjadi muslim dalam keadaan mencintai agamanya, menjadi muhajir (orang yang hijrah) dengan hati ikhlas, melewatkan sepanjang umurnya untuk berjihad di jalan Allah dan bertahun-tahun mengalami siksaan-siksaan yang pedih. Allah Swt tidak akan mungkin mengurangi pahala sebagai balasan dari setiap amal kebaikannya.”

Posted in Cerita | 2 Comments