PAHALA MEMBERIKAN UTANG

Rasulullah Saw bersabda, “Apabila seseorang memberikan utang kepada orang lain, maka bagi orang tersebut (yang memberikan utang) medapatkan pahala shadaqah sampai datang waktu pembayaran utang tersebut. Apabila pada waktu itu tidak bisa dibayar, kemudian dia memperpanjang waktu pembayarannya, maka untuk setiap satu hari, dia mendapatkan pahala sebanyak dia menshadaqahkan harta yang ia pinjamkan itu.” (HR. Tabrani, Mujma’ul Kabir)

Berutang sesuatu pasti dikarenakan ada suatu kebutuhan yang harus terpenuhi. Akan tetapi bisa jadi tidak membutuhkan orang yang memberikan shadaqah kepadanya. Apabila dikatakan kepada orang yang berutang, “Ini yang saya berikan bukan utang, tetapi shadaqah untukmu”, perkataan tersebut kebanyakan tidak sesuai. Dengan ini bisa jadi membuat sakit hati kepada orang tersebut. Apabila berutang sampai disedekahkan itu tidak akan sakit hati. Akan tetapi orang yang memberikan utang bisa jadi nanti pada waktu yang cocok dia membebaskan hutangnya tersebut.

Oleh karena itu, orang yang memberikan hutang kepada orang lain hanya karena Allah Swt tanpa berharap faidah dari dunia, itu lebih makbul dibandingkan dengan yang bersedekah kepadanya.

Rasulullah Saw bersabda,

“Memberikan utang, lebih baik daripada memberikan shadaqah kepadanya.”

“Apabila seseorang mempermudah orang lain yang sedang dalam kesusahan, maka Allah Swt akan mempermudah orang tersebut baik di dunia maupun di akhirat.”

Yang pantas untuk seorang muslim adalah selalu memudahkan semua umat manusia. Misalkan: Tidak mengharapkan balasan dari utangnya orang yang Fakir atau memberikan waktu kepadanya untuk membayar utang tersebut, dan lain sebagainya. Apabila memungkinkan langsung membantu orang yang sedang membutuhkan. Orang yang Mulia seperti ini, maka dia akan melihat balasannya di dunia dan di akhirat, mendapatkan anugerah Allah Swt, dan pertolongan-Nya.

Posted in Ngaji | Leave a comment

TINGGALKANLAH PERDEBATAN (AQIDAH)

Rasulullah Saw bersabda, “Aku menjamin istana di tengah surga bagi orang yang meninggalkan perkataan bohong walau untuk bercanda. Dan aku menjamin istana di Jannatul A’la bagi orang yang memiliki akhlaq yang baik.”
(HR. Abu Daud)

Berdebat dalam masalah aqidah adalah hal yang dilarang oleh agama, (karena) dapat saling menyakiti satu sama lain (misalnya) dengan berkata “kamu tidak tahu.” Dan dapat menimbulkan perasaan sombong atas lawan debatnya tersebut.

Berdebat tidak memiliki manfaat sama sekali. Karena ketika kita berdebat dengan orang bodoh yang tidak mengerti maksud kita, maka dia akan menyakiti kita. Dan apabila kita berdebat dengan orang-orang yang memiliki sifat dendam perasaannya, maka hanya hasad dan permusuhan darinya yang akan kita dapatkan. Rasulullah Saw pernah bersabda, “Aku menjamin istana di jannatul a’la bagi orang yang meninggalkan perdebatan walau dia benar.”

Orang yang pintar tidak boleh tertipu oleh tipu daya setan. Karena (ketika kita berdebat) Syaitan berkata “Tunjukkanlah kebenaran, jangan hiraukan siapa pun.” Yang mana sebenarnya ini adalah penyebab timbulnya hasad dan permusuhan. Setan suka menipu orang-orang dengan menunjukkan kebenaran lalu membawanya kepada kejahatan. Kita harus berusaha untuk menjauh dari segala tipu daya setan.

Akan sangat baik apabila kita dapat menunjukkan kebenaran pada orang yang mau menerimanya. Akan tetapi, bukan dengan cara berdebat melainkan dengan cara memberikan nasihat. Dan memberi nasihat pun memilki cara dan adabnya. Kita harus bersifat lemah lembut kepada siapa pun lawan bicara kita. Kalau kita tidak berbicara dengan lemah lembut, maka hal ini akan mempermalukan lawan bicara kita dihadapan orang lain, dan ini akan menimbulkan keburukan yang lebih banyak daripada kebaikan. (Imam Ghazali, Bidayatul Hidayah)

Anas bin Malik Ra pernah menceritakan:
Ketika kami sedang berdebat dalam masalah aqidah, tiba-tiba Rasulullah Saw datang. Kemudian beliau sangat marah, beliau tidak pernah marah seperti ini sebelumnya. Kemudian beliau melarang kami berdebat seraya bersabda:

“Berhati-hatilah wahai ummat Muhammad. Tinggalkanlah berdebat, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian musnah karena hal ini.”

Tinggalkanlah perdebatan yang hanya akan mendatangkan kebaikan yang sangat sedikit. (karena dapat menghilangkan rasa sayang dan dapat menimbulkan permusuhan). Tinggalkanlah perdebatan, karena seorang mukmin tidaklah pantas berdebat bukan merupakan akhlaq seorang mukmin sejati. Apabila kalian suka berdebat, maka cukup dikatakan berdosa bagi kalian.

“Tinggalkanlah perdebatan, karena Aku tidak akan memberikan syafaatku padanya di hari kiamat nanti.” (HR. Attabrani)

*Santri Sulaimaniyah

Posted in Ngaji | Leave a comment