HANYALAH MUKMIN (SEMPURNA) YANG SENANTIASA DALAM KEADAAN BERWUDHU

“Barang siapa berwudhu lalu menyempurnakannya (dengan sunnah dan adabnya), maka keluarlah dosa-dosa dari badannya (bahkan) keluar dari bawah kuku-kukunya.”
(HR. Muslim)

Wudhu memiliki dua jenis: Fardhu dan mustahab (sunnah).

Berwudhu hukumnya fardhu untuk melaksanakan shalat, sujud sahwi, shalat jenazah, dan untuk memegang Al-Quran.

Selain itu berwudhu disunnahkan pada:

Saat hendak tidur,

Untuk menyegarkan kembali wudhu, seperti yang diisyaratkan dalam Alquran Nur ‘ala nur. (Dengan syarat bukan dengan air waqaf.)

Saat sadar setelah berghibah atau berbohong, karena hal tersebut merupakan kotoran batiniyah, seseorang tidak layak melaksanakan shalat dengan keadaan seperti itu.

Mengambil wudhu ketika wudhunya batal, kemudian menjaga wudhu tersebut adalah salah satu adat (kebiasaan) orang muslim.

Berwudhu untuk setiap shalat yang berbeda. Diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Saw berwudhu untuk shalat yang lain sekalipun wudhunya (yang lalu) belum batal. Dalam sebuah haditsnya Rasulullah Saw bersabda, “Hanyalah mukmin (yang sempurna) yang senantiasa dalam keadaan berwudhu (menjaga wudhunya).”

Berwudhu juga disunnahkan pada saat masuk ke dalam masjid, setelah melakukan dosa kecil, setelah memandikan jenazah, setelah berdebat dengan ulama haqiqi, dan juga setelah menyentuh aurat.

Selain itu, berwudhu juga sunnah pada saat belajar atau mengajarkan ilmu, serta pada saat hendak meriwayatkan hadits.

Allah Swt akan memberikan 7 keistimewaan kepada orang yang senantiasa dalam keadaan berwudhu:

  1. Para malaikat mengidamkan untuk bersahabat dengannya, selalu ingin berada di dekatnya.
  2. Para malaikat terus menerus menulis amal baiknya tanpa jeda.
  3. Anggota tubuhnya senantiasa bertasbih.
  4. Tidak tertinggal takbiratul ihram ketika shalat berjamaah.
  5. Jika tidur dalam keadaan berwudhu, maka Allah Swt akan mengirimkan malaikat penjaga yang melindungi dirinya dari kejahatan jin dan manusia.
  6. Allah Swt akan mempermudah saat sakaratul maut.
  7. Selama dalam keadaan berwudhu, ia akan selalu berada dalam lindungan Allah Swt.
Posted in Ngaji | 1 Comment

MEMBERI SALAM SUNNAH, MENJAWABNYA FARDHU

“Dan apabila kalian dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang sepadan) dengannya. Sesungguhnya Allah Swt selalu memperhitungankan atas segala sesuatu.” (QS. An-Nisa: 86)

Salam, ialah suatu  bentuk doa dan harapan terhadap sesama muslim yang berarti “semoga kalian senantiasa selamat (terlindungi) dari segala bentuk musibah dan bencana”. Ucapan salam yang paling singkat adalah “Assalamualaikum”.

Menjawab salam bagi yang mendengar, hukumnya fardhu (wajib). Namun bila salam tersebut diucapkan kepada sekelompok orang (jamaah), maka sebagian orang saja yang menjawab sudah cukup menggugurkan kewajiban (menjawab salam) dari sebagian orang yang lain (fardu kifayah).

Meskipun memberi salam hukumnya sunnah dan menjawab salam hukumnya fardhu, namun memberi salam memiliki balasan pahala yang lebih besar dibanding menjawabnya.

Jawaban salam harus terdengar oleh pemberi salam. Menjawab salam tidak memenuhi persyaratan apabila mengucapkannya dengan suara berbisik/pelan sehingga pemberi salam tidak dapat mendengarnya.

Apabila salam diucapkan kepada sekelompok orang (jama’ah) yang di dalamnya terdapat anak-anak, maka jawaban salam juga dianggap tidak memenuhi syarat jika hanya dijawab oleh anak-anak yang belum balig tersebut.

Seorang wanita wajib menjawab salam dari seorang laki-laki. Hanya saja, wanita tidak diperkenankan untuk meninggikan suaranya ketika menjawab salam tersebut.

Perihal tentang wanita yang mengucapkan salam kepada seorang lelaki; apabila wanita tersebut adalah wanita tua maka seorang lelaki diperbolehkan menjawabnya. Namun bila yang mengucapkan salam adalah wanita muda, maka lelaki tersebut dapat menjawab  salam dari dalam hati saja.

Tidak dianjurkan mengucapkan salam untuk seseorang yang sedang membaca Alquran. Hal ini dikarenakan tidaklah pantas menyibukkan orang yang sedang “sibuk” membaca Kalam Ilahi dengan sesuatu yang lain, meskipun itu adalah salam. Namun demikian, seseorang yang sedang membaca Al-Qur’an tetap diwajibkan menjawab salam yang disampaikan kepadanya.

Salam hanya wajib dijawab oleh seorang yang memang salam tersebut diucapkan kepadanya.

Menjawab salam dengan lafal “Waalaikum salam wa rahmatullahi wa barakaatuh” memiliki arti “Semoga keselamatan, rahmat dan keberkahan dari Allah Swt tercurahkan atas kalian”. Inilah lafal sempurna dalam menjawab salam.

Namun, mengatakan “waalaikum salam” saja, sudah cukup memenuhi syarat dalam menjawab salam itu.

Posted in Ngaji | Leave a comment