INTERAKSI ANAK NORMAL TERHADAP TEMAN ABK KETIKA DI SEKOLAH

TUJUAN

Tujan dari wawancara ini adalah untuk mengetahui interaksi dan pola komunikasi anak normal terhadap teman ABK dalam peer selama mereka disekolah.

DASAR TEORI

Definisi Konseptual

  1. Pengertian Peer

Peer adalah, anak yang memiliki tingkat kedewasaan yang sama atau memiliki rata-rata umur sama. Semakin anak tumbuh dewasa, mereka akan semakin tertarik untuk megahabiskan waktu bersama peernya (Santrock, 2012). Peer atau yang sering disebut dengan teman sebaya merupakan salah satu faktor yang mempegaruhi perkembangan anak. Kemampuan anak untuk bersosialisasi pada masa yang akan datang, sangat dipengaruhi oleh kemampuan peer dalam berkomunikasi saat ini. Terdapat sebuah penelitian kualitas peer dalam peretengahan dan akhir masa anak-anak akan berdampak terhadap kemampuan dalam menjalin hubungan dengan rekan kerja pada fase dewasa awal (Collins & van Dulmen, 2006, dalam Santrock, 2011). Mempunyai hubungan yang posistif dalam peer, menyelesaikan permasalahan dan konflik dalam peer tanpa agresifitas, pada pertengahan dan akhir masa anak-anak, apabila anak-anak sekarang dapat melakukan hubungan yang positif dalam peernya, maka pada masa remaja dan dewasa mereka akan menghasilkan hubungan yang lebih positif juga (Huston & Ripke, 2006 dalam Santrock, 2011).

Saat anak-anak menuju pada tahap pertengahan dan akhir, relasi teman sebaya akan semakin meningkat, dan interaksi dengan teman sebaya tidak begitu diawasi oleh orang tua (Rubin, Bukowski, & Parker, 2006 dalam Santrock 2011). Anak-anak lebih tertarik dalam grup teman sebaya yang meiliki jenis kelamin yang sama hal tersebut terjadi hingga usia sekitar 12 tahun. Anak lebih tertarik untuk bersosialisasi dan bermain bersama anak yang memiliki kemiripan dengan diri mereka sendiri baik kesamaan idea atau jalan pikiran, hobi, dan lainnya. Seperti persahabatan yang dijalani orang dewasa, pertemanan anak pada umumnya memiliki karakter yang sama (Giordano, 2009 dalam Santrock, 2011). Para ahli menyatakan bahwa apabila dalam melakukan interaksi anak lebih tertarik berinteraksi dengan anak lain yang memiliki kemiripan yang sama, maka kemungkinan terdapat kendala dalam interaksi anak normal dan anak ABK.

  1. Fungsi Peer

Peer menyediakan sumber informasi dan perbandingan antar dunia luar mereka dengan hubungan keluarga. Anak akan menerima umpan balik dari dalam kelompok peer mereka, mengevaluasi apa yang telah mereka lakukan dalam artian melakukan lebih baik, sama baiknya, atau lebih buruk dari pada anak lain lakukan, penilaian ini tidak mudah dilakukan di dalam lingkungan rumah karena kebanyakan kamunya lebih lebih muda atau lebih tua (Santrock, 2011).

Perkembangan sosioemosional yang baik, dibutuhkan hubungan peer yang baik (Hartup, 2009; Ladd, 2009 dalam Santrock, 2011). Perlu adanya perhatian khusus dalam hubungan peer pada anak yang menarik diri atau yang memiliki sifat agresif (Rubin & Coplan, 2010; Smith, Rose, & Schwartz-Mette, 2010 dalam Santrock 2011). Anak yang menarik diri atau dipinggirkan yang ditolak oleh peer akan merasa kesepian dan cenderung untuk depresi, sedangkan anak yang agresif dengan peernya akan berisiko membuat masalah, termasuk kenakalan remaja dan drop out sekolah (Prinstein & others, 2009 dalam Santrock, 2011). Apabila anak ABK mendapatkan perlakuan yang buruk atau tidak bisa diterima dalam peernya, mereka akan berisiko untuk deperesi atau melakukan kenakalan. Interaksi dalam peer sangat diperlukan untuk mengurangi terjadinya resiko buruk dan perbuatan negatif.

  1. Status dalam Peer

Terdapat lima status dalam peer menurut ahli perkembangan, diantaranya:

  1. Popular children, anak memiliki banyak teman dan jarang tidak disukai dalam peer
  2. Average children, anak memiliki nilai positif dan negative yang sama dalam peer
  3. Neglected children, anak jarang memiliki teman dan jarang tidak disukai dalam peer
  4. Rejected children, anak memiliki banyak teman sekaligus tidak disukai.
  5. Controversial children, anak memilik banyak teman sekaligus tidak disukai (Wentzel & Asher, 1995, dalam Santrock 2011).

Popular children mempunyai kemampuan bersosialisasi tinggi yang dapat mempengaruhi mereka menjadi disenangi. Mereka memberikan dukungan, pkamui memelihara komunikasi terbuka dengan peer, senang, dapat mengontrol emosi negatif, menjadi diri sendiri, menunjukan empati dan peduli pada yang lain, dan percaya diri tanpa menjadi sombong (Hartup, 1983; Rubin, Bukowski, & Parker, 1998 dalam Santrock, 2011).

  1. Learner with Exceptionalities

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah siswa yang membutuhkan bantuan dan sumber tersendiri agar mencapai potensi mereka (Kaufman, McGee, & Brigham, 2004 dalam Eggen & Kauchak, 2010). Kategori ini termasuk siswa dengan disabilitas, keterbatasan fungsi atau ketidak mampuan melakukan beberapa kegiatan, seperti berjalan atau mendegarkan (Eggen & Kauchak, 2010).

Definisi Operasional

Interaksi dalam peer yang dikemukakan oleh Collins & van Dulmen (2006) pada observasi kali ini akan diukur dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) kontak sosial peer, (2) popularitas peer , (3) persahabatan yang peer, (4) kemampuan sosial peer. Interaksi anak normal dapat dilihat dari aspek komunikasi, kerjasama, dan kekompakan yang di lakukan anak normal terhadap anak ABK ketika di sekolah.

ASPEK DAN INDIKATOR

Interaksi yang dilakukan anak normal terhadap anak ABK ketika mereka bersosialisasi di sekolah.

Aspek I : Kontak Sosial

  1. Subjek mau berbicara dengan teman ABK
  2. Subjek mau bermain dengan teman ABK
  3. Subjek mau bekerja sama dengan teman ABK

 Aspek II : Popularitas

  1. Subjek memiliki teman ABK
  2. Subjek dikenali oleh teman ABK
  3. Subjek digemari dengan teman ABK

Aspek III : Persahabatan

  1. Subjek berteman akrab dengan teman ABK
  2. Subjek memiliki kegemaran sama dengan teman ABK
  3. Subjek peduli dengan teman ABK

Aspek IV : Kemampuan Sosial

    1. Subjek ramah dengan teman ABK
    2. Subjek bergaul dengan teman ABK

Subjek dapat menyesuaikan diri dengan teman ABK

PANDUAN

1. Metode Pengamatan

Metode pengamatan yang digunakan dalam observasi ini adalah metode Time sampling. Time sampling merupakan metode pengamatan terhadap perilaku tertentu sesuai dengan tujuan observasi pada interval waktu tertentu yang telah ditentukan pada frekuensi kejadian perilaku.

2. Metode Pecatatan

Metode pencatatan yang digunakan dalam observasi ini adalah metode observasi naratif dengan menggunakan teknik Specimen descriptions. Specimen descriptions yaitu, pengamatan yang detail dan lengkap, secara kontinyu dengan pencatatan naratif sekuensial terhadap episode tunggal dari perilaku dan keadaan lingkungannya.

SUBJEK

Nama               : HP

Usia                 : 10 tahun

Jenis Kelamin  : Laki-laki

Kelas               : 4 SD

Sekolah           : SD N 1 Tamansari

SETTING WAWANCARA

Hari/Tanggal   : Sabtu, 07 Juni 2014

Tempat            : Aula SD N 1 Tamansari

Waktu             : 09.10 – 09.46 WIB

Pukul 08.30 tim PKM dari fakultas psikologi membuka game edukasi untuk sekolah dasar inklusi. Sebelum game dimulai subjek tampak antusias mengikuti acara yang diadakan tim PKM, setelah pembagian kelompok subjek segera membetuk lingkaran sesuai intruksi dari fasilitator game. Subjek satu kelompok dengan teman sekelas ABKnya, dari tingkah subjek nampaknya tidak ada masalha dia berada satu kelompok dengan ABK begitu juga dengan anak lainnya (normal) merea tidak ada yang merasa terganggu atau canggung berada satu kelompok dengan teman ABK. Fasilitator mulai memberikan intruksi game, subjek dan teman satu kelompoknya termasuk teman ABK memperhatikan dengan seksama. Kemudian setelah intruksi, fasilitator PKM memberikan properti game, subjek tampak antusias dan penasaran dengan property game yang diberikan fasilitator, subjek mengajak teman satu kelompoknya berbicara mengenai game apa yang akan mereka lakukan dari selembar kertas karyon dan potongan kertas warna-warni yang bertuliskan huruf kapital. Subjek juga mengajak teman ABK berbicara dan berdiskusi namun tidak seintensif dengan teman lainnya dikarenakan subjek dan teman ABK berasal dari kelas yang berbeda, jadi subjek kurang begitu mengenal teman ABK.

Ketika game dimuai subjek tampak aktif mengintruksikan huruf apa yang harus ditempel, subjek juga memperlakuakan teman ABK sama seperti teman normal lainnya. Teman satu kelompok subjek termasuk teman ABK mengikuti intruksi subjek. Setelah kelompok subjek menyelesaikan game, subjek dengan semangat melompat dan bersorak sambil mengangkat kertas karton member tanda bahwa kelompoknya yang pertama menyelesaikan game tersebut. Ketika fasilitator datang membawa kamera, subjek menarik teman ABK yang tampak diam untuk ikut foto bersama satu kelompok.

Pukul 09.00 game pertama selasi dan dilanjutkan istirahat dan memakan snack yang disediakan oleh fasilitator. Ketika kelompok subjek tidak mendapatkan snack yang sesuai dengan jumlah anggota, subjek memiliki inisiatif berlari kedepan dan meminta snack kepada fasilitator yang tengah membagikan snack pada teman kelompok lain, subjek kembali dengan membawa sejumlah snack dan membagikannya kepada teman satu kelompok yang belum mendapatkan snack terasuk teman ABK. Teman ABk mengucapkan terimaksaih kepada subjek, subjek men jwabnya smbil tersenyum kemudian mereka terlibat dalam pembicaraan, namun hanya berlansung sebentar, subjek menanyakan sesuatu kepada teman ABK. Emapta nak normal dalam kelompok tersebut juga mengajak teman ABK yang cenderung lebih tenang berbicara.

Pukul 09.15 game kedua dimulai pada game ini subjek tidak begitu mendominasi kelompok seperti game pertama, namun subjek tetap terlihat aktif mengikuti permainan. Game ke dua menaruh mendera yang telah diberi nama kota pada peta Negara Indonesia yang telah disediakan fasilitator, subjek menaruh salah satu bendera pada peta, kemudian teman ABK memanggil nama subjek, subjek meresponnya dengan menoleh. Teman ABK mengatakan bahwa subjek salha menaruh bendera, subjek tidak begitu merespon namun subjek mengikuti arahan teman ABK, dimana bendera itu seharusnya diletakan pada peta.

ANALISIS

Responden merupakan siswa yang aktif dan komunikatif terhadap teman-temannya, ia tidak membeda-bedakan siswa satu dengan lainya. Ketika bekerja kelompok dalam sebuah permainan responden tidak mendominasi sendiri, responden melibatkan temannya untuk berperan aktif juga. Responden merupakan siswa yang ceria dan selalu bersemangat dalam bekerja kelompok, ketika pemandu sedang menjelaskan responden bersikap mendengarkan dan juga memperhatikan instruksi dari pemandu.

Dalam observasi yang dilakukan peneliti, responden berperan dan melakukan komunikasi dengan siswa yang bisa dikatakan ABK, ketika permainan game education diberikan oleh pemandu responden mengarahkan temannya untuk memberikan tugas atau bagian apa yang seharusnya dilakukan teman-temannya. Responden tidak berpilih-pilih dalam pertemanan hal tersebut tampak ketika responden berkomunikasi dengan anak yang cenderung ABK, dalam permainan tersebut semua siswa yang berada dalam kelompok tersebut terlibat aktif, dalam hal ini responden dan siswa lainnya memiliki perkembangan yang baik sesuai dengan Hartup, 2009; Ladd, 2009 dalam Santrock, 2011 bahwa perkembangan sosioemosional yang baik, dibutuhkan hubungan peer yang baik.

Responden tersebut memiliki teman ABK dan dikenali oleh teman ABKnya juga hal tersebut terlihat ketika responden sempat menggenalkan teman siswa yang ABK, dan siswa yang mengalami ABK tersebut memanggil nama responden disaat waktu permainan sedang berlangsung, namun hal tersebut hanya sekilas mengenal tidak terlalu mendalam respondennya sendiripun tampak sangat aktif ia tidak memperhatikan dari satu-kesatu tapi secara keseluruhan, hal ini responden tergolong popular children, yaitu anak memiliki banyak teman dan jarang tidak disukai dalam peernya (Wentzel & Asher, 1995, dalam Santrock 2011).

Pertemanan antara responden dan siswa ABK tidak terlalu tampak erat akrab, mereka terlihat hanya saling mengenal satu sama lain, dan kedekatan mereka tidak tampak karena komunikasi antara responden dan siswa ABK terlihat rentang atau jarang, akan tetapi responden peduli terhadap kelompokknya ia berkomunikasi dengan semuanya namun komunikasi yang dilakukan kuranglah intensif, komunikasi responden dengan siswa ABK dan siswa lainnya sama tidak membeda-bedakan.

KESIMPULAN

Dari hasil observasi dapat diambil kesimpulan bahwa responden termasuk siswa yang aktif, yang mau berteman dengan siapa saja tanpa membedakan satu dengan yang lain. Komunikasi yang dilakukan responden tidak selalu merujuk pada satu orang, tapi kepada teman-temanya termasuk siswa ABK. Hubungan responden dan teman lainya mereka saling mengenali dan mengerti.
Abil, Hindra 🙂

About Abdul Jalil

Diamku الله Gerakku مُحَمَّد. Wong Lamongan, S1 di Psikologi UGM. I'm free man & traveler all id: abilngaji
This entry was posted in Psikologi. Bookmark the permalink.

2 Responses to INTERAKSI ANAK NORMAL TERHADAP TEMAN ABK KETIKA DI SEKOLAH

  1. Syifa says:

    Bersahabat dengan teman yg
    Berkebutuhan khusus .ALASAN NYA APA?

  2. Rani S says:

    thanks for sharing this article 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published.