Malam itu cuaca alam sangat tenang, bintang-bintang di langit pun terlihat terang, rembulan lebih indah dari biasanya, semilir angin menghidupkan malam puncak perpisahan santri Matholiul Anwar, Jumat 13 Mei 2016.
Pada perpisahan kali ini, ketua pondok, Yusufa Ibnu Ahmad menghadirkan alumni dari Jogja, Abdul Jalil yang dulu pernah berjuang satu angkatan di masanya. Sebuah penampilan puisi yang dikemas dengan drama ditampilkan bersama. Di malam itu juga himne alumni santri Matholiul Anwar untuk kedua kalinya dilantukan dalam acara pentas perpisahan.
Kabarnya, himne tersebut digubah oleh Yusufa dkk. di tahun 2015. Berawal dari sebuah renungan dan diskusi dengan beberapa ustaz di pesantren mengenai kondisi santri dan alumni, Yusufa berpikir bagaimana agar pesantren memiliki himne sendiri. Tidak hanya sebuah lagu, himne ini juga harapnya sarat akan makna yang dalam untuk para santri juga alumni nantinya. Selain itu, tentu himne ini juga sesuai dengan tujuan pesantren serta cita-cita para masayikh. Selama ini pesantren biasanya masih menggunakan lagu-lagu himne yang ditiru dari guru tugas Sidogiri.
Proses pembuatan lirik tentu tidak semudah menghafal Jurumiyah atau Imrity. Meski proses pemaknaan tidak memakan waktu yang lama, untuk pemantapan secara keseluruhan tetap menghabiskan waktu dua hari satu malam. Himne yang sudah jadi ini terinspirasi dari lirik lagu Rasulullah Hijjaz yang sederhana dan mudah diingat para santri. Pada bagian kedua himne, tak lupa disebutkan nama-nama mulia para masayikh yang terinspirasi dari almarhum Mas Wahyudin, alumni 2009. Konon, beliau juga pernah membuat syair mengenai Mawar dengan nada khas Jepara.
Alhamdulillah, pada tahun 2015 Yusufa dkk. berhasil merilis himne atau Mars Alumni Pondok Pesantren Matholiul Anwar ini. Saat pertama kali Latihan, himne seringkali dinyanyikan dengan gaya nasyid yang disertai kemampuan beatbox bersama para sahabat: Zimam (2015), Edi (2016), Fauzan (2015), Akil (2016) dan Aziz (2020). Merekalah orang-orang beruntung yang kali pertama berkesempatan menyanyikan himne tersebut. Selanjutnya, dalam keseharian, himne tersebut menjadi tradisi pujian yang biasa dilantunkan oleh santriwan dan santriwati sebelum salat di mulai. Hal ini kemudian menjadi kebiasaan yang berkelanjutan.
Dengan adanya himne ini, teriring harapan semoga di mana pun kita berada, baik ketika menjadi santri maupun alumni, akan selalu mengingat almamater tercinta, senantiasa bersemangat memegang teguh jiwa kesatria santri, sekaligus menjadi obat penyembuh rindu di kala hati sedang gelisah.
P.s: Tulisan ini adalah hasil wawancara bersama kawan sejati yang sekarang masih berjuang menggapai cita-citanya di kota santri, Cianjur.
Malam 29 Romadhon, Turkiye
Jumat, 22 mei 2020
Abdul Jalil
Ponpes Mawar guruku kau selalu ku rindu
Ponpes mawar ku sayang kau selalu ku kenang
Dari Awal sampai akhir sampai akhir zaman
pesantrenmu bersinar
Dari awal sampai akhir zaman
pesantrenmu berkibar
Betapa aku rindu, betapa aku selalu,
mengharap kan barokahmu 2x
…………………………
Akui kami
يا رسول الله سلامٌ عليك = يا رفيع الشان والدرج
Ponpes Mawar dalam mengenangmu
Kami tlusuri lembaran kisahmu
Sungguh besar perjuanganmu
Membawa cahaya keislaman
Engkau curahkan pengorbananmu
Untuk santrimu yang tercinta
Untuk menjadi orang mulia
Di mata Allah yang Maha Esa
REFF:
Tak terjangkau agungnya jasamu
Tidak terbalas kebaikanmu
Yang kami harap hanyalah ridhomu
Akui kami jadi santrimu
Meskipun kita sudah alumni
Tetapi jiwa tetaplah santri
Di mana saja kami bertakwa
Tak lupa Allah dan perintahnya
Kalau mengingat para masyayikh
Para pengasuh para pendiri
Hati gelisah karena rindu
Mata menangis ingin bertemu…..
Kyai Sofyan yang telah pergi
Kyai Anwar kyai Mahsuli
Kyai Zuhri, Fadhil, Maskuri
Mereka semua selalu di hati