YAHYA BIN AKSAM (RAHIMAHULLAH)

“Mengetahui kekurangan diri sendiri, menghalangi kamu melihat kekurangan orang lain.” (HR. Bayhaqi, Syuabul Iman)

Yahya bin Aksam Ra adalah seorang ulama besar dari madzhab Syafi’i dan seorang sastrawan. Karena sangat ahli dibidang fikih beliau diangkat sebagai hakim utama oleh khalifah Ma’mun dari kekhalifahan abbasyiah.  Di salah satu perjalanan yang beliau ikuti, para prajurit akan diberi izin untuk nikah mut`ah dan akan diumumkan bahwa hal itu merupakan hal yang halal. Akan tetapi beliau membuktikan keharaman nikah mut’ah dan akhirnya mereka membatalkan keputusan itu.

Diusia yang kedua puluh beliau dipilih menjadi hakim di basrah, orang-orang di Basrah menganggap umurnya terlalu muda.

Mereka bertanya, “Tuan Hakim berapakah usia anda?” Mengetahui bahwa masyarakat menganggapnya terlalu muda beliau memberi  jawaban seperti ini:

“Saya lebih tua dari pada Hazreti Attab bin Asid Ra yang Rasulullah tugaskan menjadi hakim ketika Fathul Makkah, Daripada Sahabat Muadz bin Jabal Ra yang dikirim menjadi hakim ke Yaman, dan daripada Hazreti Ka’ab bis Suwar yang dikirim Hazreti Umar bin Khatab Ra sebagai hakim ke Basrah.”

Seseorang mendatangi  Hakim Yahya bin Aksam dan bertanya:

  • Tuan Hakim, seberapa banyak saya harus makan?
    Makanlah sampai hilang rasa laparmu, dan berhentilah sebelum kenyang.
  • Bagaimana saya harus tertawa?
    Tanpa suara dan sambil tersenyum sampai diketahui di wajahmu terpancar kebahagiaan.
  • Seberapa banyak saya harus menangis?
    Menangislah karena takut kepada Allah Swt.
  • Seberapa banyak amal perbuatan yang harus saya sembunyikan?
    Sembunyikanlah semampumu.
  • Seberapa banyak amal perbuatan yang harus saya lakukan secara terang-terangan?Beramallah secara terang-terangan sampai orang-orang mengikutimu dalam hal kebaikan dan orang-orang yang menggunjingmu berhenti.

Dalam Tafsir An-Nasafi tentang masalah ini tertulis sebagai berikut:

Ibadah yang fardhu apabila tidak menimbulkan kesalahpahaman, maka sebaiknya dilakukan secara terang-terangan, tapi apabila menimbulkan kesalahpahaman seperti: seseorang yang memberi zakat akan tetapi tidak masyhur kekayaannya maka memberi zakat secara tersembunyi  lebih baik.

Sedangkan di ibadah yang sunnah apabila ibadah yang dilakukannya membuat orang-orang mengikuti maka lebih baik dilakukan secara terang-terangan dan apabila tidak maka lebih baik dilakukan secara tersembunyi.

Leave a Reply

Your email address will not be published.