Game Addiction

Kasus 1

Segala sesuatu yang berlebihan, meskipun hal tersebut menyenagkan, pasti tidak baik. Hal tersebut berlaku pula bagi pria bernama Xiao Jun asal Beijing. Dilansir dari republika.co.id (6 Januari 2013), Jun dinyatakan meninggal setelah 40 jam bermain game. Dilaporkan bahwa Jun mulai bermain game sejak pukul 2 dini hari pada Natal, meskipun Jun sempat beberapa kali berisitirahat untuk makan dan buang air, namun Jun ditemukan sudah tidak bernyawa 40 jam kemudian.

Kasus 2

Dilansir dari detik.com (10 Juli 2012), Seorang mahasiswa National University of Singapore bernama Xu Kaixiang ditemukan tak bernyawa di depan komputer yang masih menyala yang biasa digunakannya untuk bermain game. Paramedis datang dengan cepat, namun nyawa Xu tidak dapat tertolong. Tidak disebutkan video game apa yang sedang dimainkan Xu.

Ketika dimintai keterangan, ayah korban mengatakan bahwa anaknya bermain game untuk mengahbiskan waktu liburan dan telah terbiasa bermain game semalam suntuk. Sang ayah juga mengatakan meskipun Xu gemar bermain game, dia dalam keadaan sehat, jarang mengeluh sakit. Kematian anaknya ini membuatnya sedih sekaligus terkejut.

LATAR BELAKANG

Pada zaman modern ini, keberadaan ilmu pengetahuan beserta teknologi semakin canggih dan berkembang dengan pesatnya. Berbagai inovasi dan pengembangan teknologi bermunculan di berbagai bidang kehidupan. Dunia permainan atau game termasuk bagian populer yang mengikuti laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada masa kini. Keadaan tersebut tentunya memberikan dampak terhadap perilaku manusia sebagai penggunanya. Bermain game pun menjadi perilaku yang lumrah di kalangan penggunanya dari berbagai tingkat usia, terutama ketika penggunanya sedang jenuh. Akan tetapi, bermain game secara berlebihan dan tidak sewajarnya tentu akan berdampak negatif bagi penggunanya. Salah satu penelitian mengungkap bahwa video game addiction akan mengganggu kehidupan atau kelangsungan hidup seseorang yang menyangkut hubungan interpersonal, physical appearance, disability, coping dan lain-lain (Weinstein, 2010).

Game dapat menjadi suatu hal yang addict untuk penggunanya. Para gamers rela berlama-lama bermain game demi kemenangan dan skor yang tinggi. Sebagian dari mereka bahkan tidak ingin permainannya diganggu dan memilih untuk terus bermain tanpa henti. Mengingat bahwa segala sesuatu yang berlebihan tentu dapat berakibat buruk, tidak terkecuali bagi kasus game addiction. Beberapa kasus di berita online tercatat gamers yang meninggal dunia karena bermain game dalam waktu yang tidak wajar. Berdasarkan berita di republika.co.id, seorang gamers bernama Xiao Jun dikabarkan meninggal dunia setelah 40 jam bermain game. Selain itu, dari berita inet.detik.com juga dikabarkan adanya seorang mahasiswa National University of Singapore yang bernama Xu Kaixiang meninggal dunia setelah terbiasa menghabiskan waktu liburan semalaman suntuk untuk bermain game.

Kedua kasus tersebut memberikan sedikit gambaran bagaimana dampak dari game addiction pada taraf yang berat. Sementara itu, masih banyak dampak berbahaya lainnya yang membayang-bayangi para gamers yang addicted ini. Mehroof dan Griffiths (2010), dalam Blinka & Mikuska (2014), menemukan bahwa game addiction diasosiasikan dengan neurotisme, sensation seeking, agresi, dan susunan trait kecemasan dari gamers, sementara Caplan, Williams dan Yee (2009), dalam Blinka & Mikuska (2014), menemukan bahwa kecenderungan seorang gamers menjadi game addiction karena kesepian yang sebagai single predictor, diikuti dengan perasaan introvert dan depresi.

Keadaan di atas sangat memprihatinkan sekaligus menimbulkan banyak pertanyaan para gamers seperti terlena dengan permainannya hingga mengalami addiction. Kemudian kasus game addiction ini dianalisis melalui perspektif pendidikan, sosial, dan perkembangan. Selain itu dipaparkan pula rekomendasi program yang dapat digunakan untuk mengatasi atau mengurangi game addiction ini.

TUJUAN

Tujuan diadakannya pembahasan lebih lanjut mengenai kasus ini:

  1. Untuk mengetahui tentang pengertian, aspek-aspek, dan faktor-faktor yang mempengaruhi game addiction.
  2. Untuk meninjau kasus game addiction berdasarkan perspektif pendidikan, sosial, dan perkembangan.
  3. Untuk mengetahui program rekomendasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi atau mengurangi game addiction.

MANFAAT

Mengetahui dan memahami apa yang menjadi pengertian, aspek-aspek, dan faktor-faktor yang mempengaruhi game addiction.

  1. Menjadi tahu bagaimana kasus game addiction ditinjau dari perspektif pendidikan, sosial, dan perkembangan.
  2. Mampu menentukan sikap dan tindakan melalui program rekomendasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi atau mengurangi game addiction.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Game Addiction

Game adalah suatu program virtual yang dimainkan dengan peraturan di mana pemain memiliki konflik buatan yang harus diselesaikan (Dogan, 2014). Berdasarkan Kamus Inggris-Indonesia, kata addiction diterjemahkan sebagai kecanduan atau ketagihan (Salim, 1983). Dari kedua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa game addiction adalah ketagihan memainkan program virtual dengan tujuan menyelesaikan konflik yang diberikan. Adapun definisi gaming addiction dari Lemmens, Valkenburg, & Peter (2011a, p. 38), dalam Burnborg (2013), adalah ketidakmampuan yang persisten dalam mengontrol perilaku bermain game yang menyebabkan masalah masalah sosial dan masalah emosional bagi pelaku.

Indikator Game Addiction

Menurut Young (2009), ada beberapa tanda yang dapat dijadikan indikasi ketika seseorang sudah kecanduan bermain game, yaitu :

  1. Keasyikan bermain game. Seorang gamer akan terus memikirkan dan berfantasi tentang game-nya meskipun ia sedang melakukan aktivitas lain. Ia seringkali mengabaikan tugas sekolah atau kantor dan menjadikan aktivitas gaming sebagai prioritasnya.
  2. Menyembunyikan kegiatan gaming-nya. Maksudnya, seorang gamer addict akan rela berbohong kepada orangtuanya ketika ia ditanya apa yang sedang dilakukan dengan komputernya. Ia mengaku mengerjakan tugas tetapi sebenarnya sedang bermain game.
  3. Menarik diri dari keluarga dan teman-teman. Seorang gamer akan mengalami perubahan kepribadian ketika ia semakin merasa ketagihan dengan game-nya. Ia lebih memilih game sebagai hal yang lebih penting daripada menjalin hubungan dengan orang-orang di sekitarnya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Game Addiction

Menurut kelompok kami, ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang bermain game:

  1. Faktor Internal
  • Rasa bosan seseorang yang bosan cenderung ingin bermain game sebagai bentuk pengalihan perhatian.
  • Ketertarikan seseorang yang tertarik dengan permainan virtual cenderung lebih sering bermain daripada yang tidak.
  1. Faktor Eksternal
  • Life stressful events à Seseorang yang memiliki beban atau tekanan hidup memilih bermain game sebagai bentuk pengalihan.
  • Komunitas game à Teman komunitas game memperkenalkan game-game baru sehingga seseorang cenderung ingin mencoba dan mencoba terus.

PEMBAHASAN

Pembahasan Kasus dalam Berbagai Perspektif

Perspektif Pendidikan

Berdasarkan kedua kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa bermain game secara berlebihan dapat berpengaruh pada kondisi individual, termasuk kondisi pendidikannya. Kasus pertama menyatakan bahwa seorang pria bernama Xiao Jun asal Beijing dinyatakan meninggal setelah 40 jam bermain game. Xiao Jun sendiri adalah seorang gamers yang addicted, dimana ia sangat kecanduan bermain game sehingga waktunya hanya di luangkan untuk bermain game tersebut dan merasa kesulitan untuk lepas dari kegiatannya tersebut. Adapun kasus kedua mengenai seorang mahasiswa di Singapura bernama Xu Kaixiang yang ditemukan meninggal dunia karena ia seharian duduk depan komputernya dan bermain game.

Dalam hal ini, selain lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga sangat berperan penting dalam mengontrol perilaku murid-muridnya yang terlewat batas, salah satunya adalah bermain game. Peran guru sebagai orang tua dalam lingkungan sekolah sangatlah berpengaruh pada perilaku muridnya. Salah satu prinsip dalam pembelajaran perilaku ialah bahwa perilaku berubah sesuai dengan konsekuensi langsungnya.

Menurut B.F. Skinner dalam Slavin (2006), penggunaan konsekuensi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk mengendalikan terjadinya perilaku. Konsekuensi yang menyenangkan disebut penguatan (reinforce), dan konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut penghukuman (punisher). Dalam hal ini, guru dapat mengontrol muridnya dengan memberikan konsekuensi tertentu terhadap sikap dan perilaku muridnya, karena dengan konsekuensi tidak menyenangkan dapat mengurangi kebiasaan dari perilaku murid. Dalam perspektif pendidikan dilihat dari sisi negatifnya, game addiction dapat menurunkan prestasi belajar siswa dan dapat membuat siswa merasa malas untuk belajar, karena ia telah menemukan dunianya dalam bermain game atau disebut dengan kecanduan game (Kuss & Griffiths, 2012). Selain itu siswa akan lebih mencuri waktu belajarnya untuk bermain game, uang jajan akan diselewengkan untuk pergi ke warnet dan bermain game, emosional siswa akan terganggu, dan siswa akan cenderung membolos sekolah hanya untuk pergi bermain game. Apabila dilihat dari sisi positifnya, game dapat membuat otak siswa lebih kreatif dalam berpikir, siswa akan lebih cepat merespon, reflek dalam berpikir, dan emosional siswa dapat dikeluarkan dengan bermain game.

Perspektif Sosial

Game Addiction yang semakin merajalela tentu akan mempengaruhi komunikasi antara gamers dengan orang lain, dari perspektif psikologi sosial sesorang akan semakin menjadi individualis dan rentang untuk berkomunikasi secara langsung terhadap sesama teman maupun keluarga dapat di atribusikan karena faktor game addiction (Hadi, 2012).

Pembentukan dan Perubahan suatu sikap seseorang sangatlah penting, anak yang masih bersekolah duduk di bangku SD pada umumnya saling berkomunikasi dan bermain bersama akan menjadi seseorang yang menyendiri dan pada akhirnya ia tidak akan berkomunikasi dengan teman lingkungannya melainkan bermain gadget, karenasudah terbiasa dengan adanya game addiction. Jika hal tersebut di biarkan maka anak akan membuat skema bahwa dalam kehidupannya hanyalah sebuah permainan yang bisa di mainkan dengan benda atau alat, seperti film yang di tayangkan dalam perkuliahan minggu lalu.

Pada kasus yang telah diceritakan di atas bermain game tidak hanya menyebabkan tingkat komunikasi kita dengan yang lain berkurang namun juga bermain game dengan berlebihan dapat menyebabkan kematian yang tidak terduga dan tidak disangka-sangka karena jelas anak dalam keadaan sehat dan baik-baik saja, namun ternyata ditemukan sudah dalam keadaan meninggal, dengan berniatan menggunakan waktu liburnya untuk bermain game sehingga anak tidak keluar dan tidak berinteraksi dengan sesama manusia, ketika anak sudah terkana game addictiondan apabila ia mendapatkan suatu permasalahannya maka larinya ia akan bermain game dan tidak bercerita atau berbagi kepada teman maupun keluarganyasehingga kondisi psikologis yang di alami akan terpendam dan mengakibatkan anak tertekan karena semakin banyaknya tekanan atau pendaman yang belum mendapatkan solusi atau jalan keluar.

Perspektif Perkembangan

Anak yang memiliki secure attachment dengan orang tuanya cenderung memiliki pandangan positif pada kehidupannya. Attachment remaja yang baik dengan orangtuanya memberikan fasilitas terhadap kenyamanan yang direfleksikan pada self-esteem, adaptasi emosi dan kesehatan fisik (Santrock, 2010). Pada kasus ini, kemungkinan yang terjadi adalah kurangnya kelekatan antara orang tua dan anak dalam beberapa aspek. Orang tua kurang mengontrol kegiatan apa saja yang dilakukan oleh anak-anak mereka. Orang tua dapat bersikap baik dengan terlalu banyak memberikan kepercayaan pada anak mengenai kegiatan yang mereka lakukan tanpa mengontrolnya secara langsung atau orang tua juga dapat bersikap acuh dengan tidak mempedulikan kegiatan apa saja yang dilakukan oleh anak mereka.

Dalam masa perkembangan seseorang juga dibutuhkan perkembangan moral yang matang. Perkembangan moral menurut Santrock (2010) adalah perubahan dalam pola pikir dan berperilaku berdasarkan apa yang benar dan salah. Di dalam perkembangan moral ada dimensi yang dikenal sebagai dimensi intrapersonal yang mencakup kemampuan regulasi diri seseorang. Kemampuan regulasi ini dapat digunakan dalam memilih keputusan, misalnya kegiatan apa yang akan dipilih oleh dirinya untuk mengisi waktu luang, apakah dengan kegiatan yang bermanfaat atau dengan bermain. Dalam kasus ini menunjukkan bahwa mereka yang mengalami game addictionkurang memiliki regulasi diri yang baik dalam menentukan keputusan dalam memanfaatkan waktu luang. Seringnya orang-orang dengan game addiction apabila sudah mulai memainkan game yang mereka sukai maka mereka akan melupakan waktu hingga melupakan tugas-tugas mereka bahkan acuh dengan keadaan diri mereka sendiri.

Orang-orang dengan game addiction yang kebanyakan menghabiskan waktu di depan monitor memiliki satu fokus, yaitu pada game yang mereka sedang mainkan. Orang-orang dengan keadaan seperti ini memiliki selective attention. Selective attention adalah kemampuan memusatkan fokus kepada satu stimulus yang dirasa menarik. Misalnya, ketika berada di ruang yang bising dan ada orang yang memanggil nama kita dan kita akan memfokuskan perhatian kita kepada stimulus suara orang tersebut. Sama halnya dengan orang yang bermain game, mereka hanya akan memfokuskan perhatian mereka terhadap game yang sedang mereka mainkan.

Rekomendasi Program

“Move On dari Game” Rekomendasi program yang dapat diterapkan pada anak yang mengalami kecanduan game salah satunya adalah program move on pada kehidupan nyata. Program ini berfokus pada pengalihan kebiasaan bermain game pada anak dengan kegiatan atau aktivitas positif di kehidupan nyata yang disesuaikan dengan minat anak. Untuk mewujudkan program ini, perlu adanya campur tangan dari pihak orang tua maupun lingkungan di sekitar anak seperti sekolah dan teman-teman. Orang tua dapat menawarkan berbagai kegiatan atau aktivitas positif yang sesuai dengan minat anak. Misalnya saja anak sering bermain game shooter, fighting, racing atau sports, maka orang tua dapat menawarkan jenis kegiatan olahraga yang berkarakter sama dengan jenis game yang diminati anak seperti airsoft-gun, karate, taekwondo, sepak bola, atau gokart. Ajaklah anak untuk dapat merasakan euphoria pertandingan yang sesungguhnya di dunia nyata dibandingkan dalam game. Banyak penonton, sahabat, dan keluarga yang akan memberikan dukungan ketika kita bertanding yang tidak akan didapatkan ketika kita hanya memainkan sebuah game pada gadget.

Melalui cara di atas, anak akan belajar bagaimana memotivasi dirinya sendiri untuk dapat memenangkan pertandingan di dunia nyata sama halnya ketika ia termotivasi untuk memenangkan game yang ia mainkan di gadget-nya. Motivasi untuk memenangkan pertandingan di dunia nyata dapat dijelaskan dengan teori motivasi pencapaian (achievement motivation), yaitu keinginan untuk mendapatkan keberhasilan dan berpartisipasi dalam kegiatan yang tergantung pada upaya dan kemampuan pribadi (Slavin, 2006).

Sedangkan campur tangan dari lingkungan sekitar anak seperti sekolah adalah mewajibkan anak mengikuti kegiatan ekstrakulikuler yang sesuai dengan minat anak. Hal tersebut bertujuan untuk mengalihkan anak ke berbagai aktivitas positif yang dapat mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial anak. Peran dari teman-teman juga tidak kalah penting. Anak-anak masih mudah terpengaruh dengan ajakan teman-temannya, sehingga dalam hal ini perlu adanya ajakan dan dukungan positif dari teman-temannya agar anak mulai berhenti bermain game. Anak juga harus dijauhkan dan dibatasi bergaul dengan teman-teman yang mengajak atau memberi pengaruh buruk terkait adiksinya terhadap game. Teman-teman dapat mengajaknya untuk beralih memainkan permainan tradisional yang dikemas lebih menarik, contohnya dengan mendesain permainan-permainan tradisional tersebut agar terlihat menarik layaknya game di gadget.

Abil, Adel, Ayu, Dhia, Elok, Ershanti, Ophil, Pitaloka, Ema’.

About Abdul Jalil

Diamku الله Gerakku مُحَمَّد. Wong Lamongan, S1 di Psikologi UGM. I'm free man & traveler all id: abilngaji
This entry was posted in Psikologi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published.